Sunday, December 26, 2010

Berburu Hadiah

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ustadz, saya sering belanja kebutuhan rumah-tangga, baik di toko-toko besar maupun di kios-kios kecil yang menawarkan hadiah sangat raenarik. Contoh, sabun cuci saja menawarkan hadiah bagi pem-belinya dalam jumlah yang menggiurkan.

Selama ini, saya masih belum beruntung menda-patkan hadiah-hadiah tersebut. Mungkin suatu kali nanti saya akan mendapatkan keberuntungan dengan memperoleh hadiah yang biasanya diundi. Bagai-mana hukum mengirimkan atau mendaftarkan identitas? Lalu, bagaimana pula jika menerima hadiah tersebut? Mohon penjelasannya.

CH - Bogor

***

Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menghalalkan perdagangan dan mengharamkan perjudian. Mudah-mudahan Allah memberkahi rezeki kita dan setiap usaha kita untuk mendapatkannya.

Sejauh yang kami ketahui, hadiah, baik berupa barang maupun uang yang diberikan oleh produsen kepada pembeli atau pelanggannya bukan termasuk maisir (judi). Salah satu unsur utama judi adalah terdapatnya untung rugi bagi salah satu pihak dari kedua belah pihak. Di sini, pembeli tidak dirugikan jika tidak mendapatkan hadiah, karena pembeli tidak merasa dipungut biaya apapun. Hadiah, bagi pembeli merupakan keuntungan tambahan, selain keuhtungan utamanya, yaitu barang yang dibeli tersebut.

Perusahaan secara sepihak bersengaja untuk memberi hadiah kepada pembeli atau pelanggannya dengan tujuan menarik minat pembeli. Bagi dunia bisnis kapitalis, hal demikian bukan suatu hal yang aneh, sebab hal tersebut menjadi bagian dari strategi marketing dan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam biaya produksi, sebagaimana juga belanja iklan.

Pertanyaannya, apa betul bahwa hadiah itu diambilkan dari sebagian keuntungannya? Bagaimana kalau hadiah tersebut diambilkan dari biaya produksi? Jika praktek itu yang terjadi, maka ujung-ujungnya, dengan hadiah tersebut, harga jualnya menjadi naik, dan lagi-lagi di sini yang dirugikan secara umum adalah pelanggan. Dalam dunia usaha yang semata-mata orientasinya "laba" (materialis), masalah demikian tidak menjadi perhatian. Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana menarik pembeli dan menjual produk sebanyak-banyaknya, dan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya pula.

Bagi kita, berdagang adalah ibadah. Kita ingin segala sesuatunya halal dan memberi manfaat serta keuntungan bagi semua pihak. Pantang bagi para Muslim mendapat keuntungan dari kerugian orang lain. Dalam pandangan ini, mengiming-imingi hadiah kepada pelanggan dengan cara mengambil sebagian dari keuntungan adalah halal dan thayib. Akan tetapi, jika diambilkan dari biaya produksi yang ujung-ujungnya merugikan konsumen, sekecil apapun, maka hal ini, menurut pandangan kami menimbulkan kesamaran (syubhat). Terhadap yang syubhat seperti ini, sebaiknya kita menghindari.

Jika ibu mendapatkan hadiah dari produsen, menurut pandangan kami, silakan terima. Hadiah tersebut halal bagi Ibu, asalkan motivasi dasar ketika membeli barang tersebut betul-betul karena ingin mendapatkan atau menibutuhkan barang tersebut. Bukan karena ingin mendapatkan hadiahnya. Jika motivasinya sudah sejak awal ingin mendapatkan hadiahnya, bukan barang yang dijualnya, maka hadiah tersebut berubah menjadi maisir atau judi. Secara hukum syariat, perkara ini menjadi haram.

Kembalinya tetap kepada masing-masing, apa tujuan pelanggan untuk mendapatkannya. Selama tujuannya untuk mengambil manfaat dari sesuatu yang dibelinya, maka hukumnya halal. Jika sebaliknya, maka hukumnya menjadi syubhat, sebaiknya dihindari.
Bagi produsen Muslim, kami hanya ingin mengin-gatkan agar Anda lebih hati-hati. Jangan asal meniru, sebab tidak semua yang dari Barat itu benar.

Wallahu a'lam bishshawab.

--------------------------------------
Oleh:
Ustadz Hamim Thohari
Majalah Hidayatullah Edisi Desember 2010

No comments:

Post a Comment