Saturday, January 1, 2011

Talak Dalam Keadaan Marah

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Suami saya baru-baru ini marah sekali kepada saya, karena saya melakukan suatu hal yang tidak disukainya (bukan perbuatan maksiat). Di puncak kemarahannya ia mengatakan, "Mulai saat ini kamu saya talak tiga kali." Peristiwa itu terjadi pada pagi hari menjelang suami saya pergi ke kantor. Sepulang dari kantor suami saya meminta maaf pada saya dan ingin mencabut ucapannya. Saya katakan kepadanya bahwa sejak ucapan itu keluar, saya bukan istrimu lagi. Suami saya betul-betul menyesali perkataannya, dan saya pun tidak pernah menyangka jika hal itu sampai terjadi. Terus terang saya masih mencintainya, demikian juga suami saya. Sampai saat ini saya masih serumah, tapi saya takut berhubungan badan dengannya. Ustadz, tolong berikan kami jalan keluar atas masalah yang kami hadapi ini. Terima kasih atas bimbingannya.

DH, Jakarta

***

Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh

Dalam suatu Hadits, Rasulullah Shallallahu 'alahi wa salam (SAW) bersabda, "Sesuatu yang halal yang paling dibenci Allah adalah talak." Artinya, meskipun hukumnya halal, sesungguhnya talak merupakan perbuatan yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT). Karena itu, hapuskan memori tentang talak dalam kamus hidup kita. Sekali menikah untuk selamanya, kecuali jika keadaannya sudah sangat darurat. Rasulullah SAW bersabda, "Laknat Allah kepada orang yang sering menikah dan sering mengucapkan kata "talak".

Nasihat kami kepada suami ibu, jangan mudah mengatakan kata "talak", baik untuk tujuan menakut-nakuti istri maupun sekadar gurauan saja. Perkataan talak itu serius dan sakral, setimbang dengan perkataan akad nikah yang diucapkan di awal pernikahan.

Dengan perkataan sederhana berupa akad nikah itu, Allah SWT menghalalkan seorang perempuan untuk digauli. Demikian halnya dengan talak, dengan kalimat pendek saja, seorang istri yang sebelumnya halal menjadi haram kembali.

Nasihat kami kepada ibu, jangan mudah memancing kemarahan suami. Istri yang baik adalah yang taat pada suami, yang memahami hal-hal yang disukai dan dibenci suami, yang bisa menenangkan suami, baik dikala marah maupun sedih. Kami tidak tahu, apa penyebab kemarahan suami Anda, tapi sebagai istri sebaiknya Anda dapat menenangkannya sebelum kemarahannya memuncak seperti itu.

Lalu bagaimana solusinya? Kami terpaksa mengambil jalan yang paling mudah di antara pendapat madzab ahlus-sunnah wal jama'ah, yaitu pendapatnya Imam Hanafi. Beliau berpendapat bahwa salah satu persyaratan jatuhnya talak adalah si suami sadaf apa yang diucapkannya dan dia benar-benar menginginkannya. Karenanya, orang yang dalam keadaan marah, menurut pendapat Imam Hanafi tidak jatuh talaknya. Orang yang marah sering kehilangan kendali, bahkan kehilangan akal sehatnya. Dalam keadaan seperti itu, segala keputusannya tidak berlaku.

Kami tidak tahu pasti bagaimana keadaan suami ibu saat kejadian tersebut, tapi kami yakin bahwa suami ibu tidak bersungguh-sungguh berniat menjatuhkan talak kepada ibu. Akal sehat suami ibu telah dikuasai sepenuhnya oleh amarah yang tak terbendung. Buktinya, tidak berselang lama ia menyesal, meminta maaf, lalu mencabut kembali perkataannya.

Menurut pendapat yang lebih moderat lagi, jika suami ibu masih memahami dan menyadari arti kata-kata talak yang diucapkannya, tapi saat itu benar-benar dikuasai oleh kemarahannya, maka jatuhlah satu talak raj'i. Suami Anda masih boleh rufu' kembali. Disini masih ada catatan, bilamana perkataan tersebut tidak diucapkan tiga kali, melainkana hanya sekali ungkapan.

Semoga Allah SWT mengembalikan rumah tangga ibu lebih harmonis lagi.

Wallahu a'lam bish-shawab.

***

Oleh: Ustadz Hamim Thohari
Majalah Hidayatullah Edisi Juni 2010

Tidak Nyaman Bersama Istri

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kami sudah menikah selama tujuh tahun. Ada dua masalah utama dalam pernikahan kami. Pertama, sikap istri yang sering membuat ibu dan bapak saya menangis. Kedua, kami belum pernah berhubungan badan. Selama tiga tahun pertama, saya selalu mencoba untuk berhubungan badan, namun selalu gagal. Dia selalu kesakitan. Tahun keempat, saya kehilangan nafsu untuk menyentuhnya hingga sekarang. Kini, saya berniat menceraikannya karena rasa nyaman berumah tangga dengan dia sudah hilang. Tapi dia berjanji untuk mengubah dua masalah tersebut. Apakah bila saya lanjutkan ada kebahagiaan, mengingat saya sudah kehilangan perasaan nyaman terhadapnya? Mohon saran!

AF, Jakarta

***

Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh

Sebelum memutuskan bercerai, kami ingin bertanya terlebih dahulu. Apakah rasa sakit istri Anda saat berhubungan badan itu —maaf, karena 'keperawanannya' atau penyakit? Jangan-jangan, istri Anda atau Anda sendiri tidak mengetahui bahwa untuk hubungan badan yang pertama kali itu pasti menimbulkan rasa sakit di pihak istri. Di sini diperlukan kesabaran dan pengertian kedua belah pihak. Suami tidak boleh memaksa, sedang istri harus menyiapkan diri untuk menerima hal tersebut.

Jika dugaan kami salah, mungkin saja istri Anda memang mengalami frigiditas seksual. Perlu diketahui, frigiditas di kalangan perempuan memiliki banyak sebab, di antaranya ada yang bersifat psikologis (timbul dari kesalahpahaman dan persepsi yang keliru), dan ini merupakan faktor yang terbanyak. Ada kalanya bersifat fisik atau organis akibat gangguan hormonal. Lagi-lagi pertanyaan kami, apakah Anda sudah berkonsultasike dokter?

Bagaimanapun juga hubungan suami istri itu harus dibangun dengan rasa saling mencintai, dan manifestasi cinta suami istri itu diwujudkan dalam bentuk hubungan badan. Inilah yang membedakan hubungan saling mencintai antara suami-istri dengan saling mencintai antara orangtua dengan anaknya, antara adik dengan kakaknya, atau dengan lainnya. Tidak bisa disangkal, hubungan badan antara suami-istri merupakan faktor yang amat penting untuk menguatkan ikatan cinta dan kasih sayang, Bila suami-istri dapat menjalankannya secara optimal, bisa jadi segala masalah yang besar, apalagi masalah kecil keseharian bisa ditutup dengan kepuasan hubungan tersebut.

Tujuh tahun bukanlah waktu yang pendek, dan Anda telah melaluinya dengan penuh kesabaran.

Jika saat ini, istri Anda berjanji untuk memperbaiki dirinya dan bersedia untuk memenuhi kebutuhan biologis Anda, kenapa justru Anda berniat untuk menceraikannya? Jangan mempermudah urusan cerai, karena sekalipun perceraian itu halal, tapi sungguh perbuatan itu sangat dibenci Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT).

Saran kami, jangan ceraikan istri Anda sebelum ada usaha apa pun dari Anda untuk memperbaiki rumah tangga yang suram ini. Nyalakan api cinta yang telah lama padam. Kami yakin, jika Anda sukses mendekap istri Anda dan menenggelamkannya dalam samudera cinta, sementara istri Anda dapat pula memetik gitar hatinya dengan penuh kemahiran, maka Anda berdua akan segera menikmati irama yang paling membuai. Kami yakin, Anda bisa melakukannya. Jika semua usaha, kiat, dan trik sudah Anda jalankan, tapi api cinta tetap padam, makajalan terakhir adalah bercerai. Ketika semua cara sudah Anda lakukan, semua jalan sudah Anda tempuh, tapi keadaan masih belum ideal, maka silakan mengambil jalan darurat, yaitu talak. Inilah jalan yang disediakan oleh Allah SWT ketika semua jalan telah tertutup. Mudah-mudahan Allah SWT membuka jalan terbaik bagi rumah tangga Anda.

Wallahu a'lam bishshawab.

***

Oleh: Ustadz Hamim Thohari
Majalah Hidayatullah Edisi Juni 2010

Sunday, December 26, 2010

Berburu Hadiah

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ustadz, saya sering belanja kebutuhan rumah-tangga, baik di toko-toko besar maupun di kios-kios kecil yang menawarkan hadiah sangat raenarik. Contoh, sabun cuci saja menawarkan hadiah bagi pem-belinya dalam jumlah yang menggiurkan.

Selama ini, saya masih belum beruntung menda-patkan hadiah-hadiah tersebut. Mungkin suatu kali nanti saya akan mendapatkan keberuntungan dengan memperoleh hadiah yang biasanya diundi. Bagai-mana hukum mengirimkan atau mendaftarkan identitas? Lalu, bagaimana pula jika menerima hadiah tersebut? Mohon penjelasannya.

CH - Bogor

***

Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menghalalkan perdagangan dan mengharamkan perjudian. Mudah-mudahan Allah memberkahi rezeki kita dan setiap usaha kita untuk mendapatkannya.

Sejauh yang kami ketahui, hadiah, baik berupa barang maupun uang yang diberikan oleh produsen kepada pembeli atau pelanggannya bukan termasuk maisir (judi). Salah satu unsur utama judi adalah terdapatnya untung rugi bagi salah satu pihak dari kedua belah pihak. Di sini, pembeli tidak dirugikan jika tidak mendapatkan hadiah, karena pembeli tidak merasa dipungut biaya apapun. Hadiah, bagi pembeli merupakan keuntungan tambahan, selain keuhtungan utamanya, yaitu barang yang dibeli tersebut.

Perusahaan secara sepihak bersengaja untuk memberi hadiah kepada pembeli atau pelanggannya dengan tujuan menarik minat pembeli. Bagi dunia bisnis kapitalis, hal demikian bukan suatu hal yang aneh, sebab hal tersebut menjadi bagian dari strategi marketing dan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam biaya produksi, sebagaimana juga belanja iklan.

Pertanyaannya, apa betul bahwa hadiah itu diambilkan dari sebagian keuntungannya? Bagaimana kalau hadiah tersebut diambilkan dari biaya produksi? Jika praktek itu yang terjadi, maka ujung-ujungnya, dengan hadiah tersebut, harga jualnya menjadi naik, dan lagi-lagi di sini yang dirugikan secara umum adalah pelanggan. Dalam dunia usaha yang semata-mata orientasinya "laba" (materialis), masalah demikian tidak menjadi perhatian. Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana menarik pembeli dan menjual produk sebanyak-banyaknya, dan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya pula.

Bagi kita, berdagang adalah ibadah. Kita ingin segala sesuatunya halal dan memberi manfaat serta keuntungan bagi semua pihak. Pantang bagi para Muslim mendapat keuntungan dari kerugian orang lain. Dalam pandangan ini, mengiming-imingi hadiah kepada pelanggan dengan cara mengambil sebagian dari keuntungan adalah halal dan thayib. Akan tetapi, jika diambilkan dari biaya produksi yang ujung-ujungnya merugikan konsumen, sekecil apapun, maka hal ini, menurut pandangan kami menimbulkan kesamaran (syubhat). Terhadap yang syubhat seperti ini, sebaiknya kita menghindari.

Jika ibu mendapatkan hadiah dari produsen, menurut pandangan kami, silakan terima. Hadiah tersebut halal bagi Ibu, asalkan motivasi dasar ketika membeli barang tersebut betul-betul karena ingin mendapatkan atau menibutuhkan barang tersebut. Bukan karena ingin mendapatkan hadiahnya. Jika motivasinya sudah sejak awal ingin mendapatkan hadiahnya, bukan barang yang dijualnya, maka hadiah tersebut berubah menjadi maisir atau judi. Secara hukum syariat, perkara ini menjadi haram.

Kembalinya tetap kepada masing-masing, apa tujuan pelanggan untuk mendapatkannya. Selama tujuannya untuk mengambil manfaat dari sesuatu yang dibelinya, maka hukumnya halal. Jika sebaliknya, maka hukumnya menjadi syubhat, sebaiknya dihindari.
Bagi produsen Muslim, kami hanya ingin mengin-gatkan agar Anda lebih hati-hati. Jangan asal meniru, sebab tidak semua yang dari Barat itu benar.

Wallahu a'lam bishshawab.

--------------------------------------
Oleh:
Ustadz Hamim Thohari
Majalah Hidayatullah Edisi Desember 2010